Sejak bosan menggenang di Cipinang, AKU menghilir ke timur, menyepi di
Pondok Kopi. Tetapi sama belaka, tak ada sunyi yang sejati. Gerah
membuncah, dipancarsiarkan kotak pandora dari bokong pejabat yang
keranjingan berbohong. Maka AKU pun kembali pada tabiat lama: Jadi
pengungsi abadi di setiap persinggahan. Berbekal toa dan palu, AKU
menumpang kereta yang memendam riwayat luka. Berulang kali kulintasi
Jatinegara.
Di Jatinegara, AKU bersua Ronggowarsito. Sebagai junior, kumohon hikmah
darinya. “Penyair yang budiman, bacakanlah sajak-sajak-mu!“ “Jauh
sebelum Musa mengambil sumpah di Tursina, agama dan wanita belia, selalu
jadi komoditas menggiurkan. Sejak kompeni membangun Jatinegara, pejabat
dan penjahat adalah sahabat yang saling bertukar tempat. Dan sejak
Julius menjabat kaisar, negara tidak lagi membutuhkan puisi, maka para
penyair harus digantung!“
Jakarta, 2012
* Pernah tersiar di surat kabar "Media Indonesia" pada 1 Februari 2015
Inilah stasiun terluka sejak kuasa pertama ditancapkan, sejak VOC
mengajarkan cara menyunat anggaran dengan brilian. Membuat kalian jadi
kecoa yang megap-megap, jadi kupu-kupu malam yang legam. Kalian tidak
beroleh jatah kudapan yang dijanjikan undang-undang. Kedaulatan-mu raib
disaksikan murka Tuhan dan banjir bandang.
AKU berkoar-koar menawarkan puisi yang terjanji, dan kedaulatan paling
hakiki. AKU berkata tentang aneksasi Orde Baru dan Freeport, membuat
warga Papua jadi bergolak. Demi perut buncit, demi kemilau emas, mereka
melibas Kennedy dan menggulingkan Bung Karno. AKU bersabda, wahai kalian
yang terenggut dan tercerabut, yang dikhianati para pemungut suara,
berteriaklah dengan dengkul bahwa pengupingan-mu tidak cukup lagi
dihibur dongengan para pemimpin yang lembek namun semena-mena.
AKU terus berteriak, sekalipun tak pernah berbalas.AKU mengajak, tak
bersambut. AKU menyeru, malah ditipu. Setelah semedi di Pondok Kopi,
kusadari ternyata khotbahku senada dengan ceramah ustad yang berlomba
melawak dalam televisi, karena doyan uang, di mana ibu-ibu berseragam
menjadi mustaminya. Pangsa pasar bisnis zikir, memang
perempuan-perempuan bermasalah.
Jakarta, 2012
* Pernah tersiar di surat kabar "Media Indonesia" pada 1 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar